“EKONOMI POLITIK”
(POLITIK
PRIVATISASI)
Dosen
Pengajar
Dr. Fachrudin Zain Olilingo, SE, M.Si
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK IV
1.
ASTUTI SULEMAN (911416081)
2.
MEGA YULIANA
RAHMAN (911416078)
JURUSAN
PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI
GORONTALO
2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG.............................................................................. 1
1.2
RUMUSAN MASALAH......................................................................... 2
1.3
TUJUAN................................................................................................... 2
1.4
MANFAAT .............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi dari
Politik Privatisasi............................................................ 3
2.2 Tujuan & Manfaat
Politik Privatisasi.................................................. 4
2.3 Dampak
dari Privatisasi BUMN di Indonesia................................... 6
2.4 Definisi dari Restrukturisasi
& Privatisasi BUMN........................... 10
2.5
Kondisi
Ideal untuk melakukan Privatisasi diIndonesia................. 13
2.6
Kondisi Ideal untuk Privatisasi BUMN diIndonesia............................ 15
2.7
Efisiensi BUMN
dalam Ekonomi Berdimensi Politik...................... 18
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN...................................................................................... 20
3.2 SARAN
.................................................................................................. 20
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT,yang atas rahmat-nya maka kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang membahas tentang “Politik
Privatisasi”
Penulisan
ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah“Ekonomi Politik”. Dalam penulisan makalah
ini kami merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, karena mengingat akan
kemampuan yang kami miliki.
Tak
lupa pula kami sebagai penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak “Dr.Fachrudin Zain Olilingo, SE, M.Si” yang
sudah memberikan banyak ilmu kepada
kami. Dalam penyusunan makalah ini tentunya masih banyak
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhirnya
kami sebagai penyusun
berharap semoga Allah SWT memberikan pahala yang setimpal pada mereka yang
telah memberikan bantuan dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah.Amiin
Yaa Robbal’Alamiin.
Gorontalo, 05 November 2016
PENYUSUN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Para pendiri bangsa telah menyadari
sejak awal bahwa Indonesia sebagai kolektivitas politik tidak memiliki modal
yang cukup untuk melaksanakan pembangunan ekonomi,
sehingga ditampung dalam pasal 33 UUD 1945, khususnya ayat 2 yang
menyatakan: “Cabang-cabang produksi yang
penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
Negara”, secara eksplisit ayat ini menyatakan bahwa Negara akan mengambil peran dalam kegiatan ekonomi.
Selama pasal 33 UUD 1945 masih tercantum dalam konsitusi maka selama itu
pula keterlibatan pemerintah (termasuk BUMN) dalam perekonomian Indonesia masih tetap diperlukan.
Pemerintah Indonesia mendirikan BUMN
dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan yang bersifat ekonomi dan tujuan
yang bersifat sosial. Dalam tujuan yang bersifat ekonomi, BUMN dimaksudkan
untuk mengelola sektor-sektor bisnis strategis agar tidak dikuasai pihak-pihak tertentu.
Bidang-bidang usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak,
Tujuan BUMN yang bersifat sosial
antara lain dapat dicapai melalui penciptaan lapangan kerja serta upaya untuk
membangkitkan perekonomian lokal. Penciptaan lapangan kerja dicapai melalui
perekrutan tenaga kerja oleh BUMN. Upaya untuk membangkitkan perekonomian lokal dapat dicapai dengan
jalan mengikut-sertakan masyarakat sebagai mitra kerja dalam mendukung
kelancaran proses kegiatan usaha. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah
untuk memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi yang berada di
sekitar lokasi BUMN.
Sementara itu, saat ini Pemerintah
Indonesia masih harus berjuang untuk melunasi pinjaman luar negeri yang
disebabkan oleh krisis ekonomi tahun 1997 lalu. Dan salah satu upaya yang ditempuh
pemerintah untuk dapat meningkatkan pendapatannya adalah dengan
melakukan privatisasi BUMN. Namun demikian, privatisasi BUMN telah
mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Sebagian masyarakat berpendapat
bahwa BUMN adalah aset negara yang harustetap dipertahankan kepemilikannya oleh
pemerintah, walaupun tidak mendatangkan manfaat karena terus merugi. Namun ada
pula kalangan masyarakat yang berpendapat bahwa pemerintah tidak perlu
sepenuhnya memiliki BUMN, yang penting BUMN tersebut dapat mendatangkan manfaat yang lebih baik bagi negara
dan masyarakat Indonesia.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan Latar
Belakang diatas, maka Rumusan Masalah sebagai berikut :
1.2.1
Apakah Definisi dari Politik
Privatisasi?
1.2.2
Apakah Tujuan & Manfaat dari Politik
Privatisasi?
1.2.3
Apakah Dampak dari Privatisasi BUMN
diIndonesia?
1.2.4
Apakah Definisi dari Restrukturisasi
& Privatisasi BUMN?
1.2.5
Bagaimanakah Kondisi Ideal untuk melakukan
Privatisasi diIndonesia?
1.2.6
Bagaimanakah Kondisi Ideal untuk Privatisasi BUMN diIndonesia?
1.2.7
Bagaimanakah Efisiensi BUMN Dalam
Lingkup Ekonomi Berdimensi Politik?
1.3 TUJUAN
Berdasarkan
Rumusan Masalah diatas, maka Tujuannya sebagai berikut :
1.3.1 Untuk
Mengetahui Definisi dari Politik Privatisasi
1.3.2 Untuk
Mengetahui Tujuan & Manfaat dari Politik Privatisasi
1.3.3 Untuk
Mengetahui Dampak dari Privatisasi BUMN diIndonesia
1.3.4 Untuk
Mengetahui Definisi dari Restrukturisasi
& Privatisasi BUMN
1.3.5 Untuk Mengetahui Kondisi
Ideal untuk melakukan Privatisasi diIndonesia
1.3.6 Untuk
Mengetahui Kondisi Ideal untuk Privatisasi BUMN diIndonesia
1.3.7 Untuk Mengetahui Efisiensi BUMN Dalam Lingkup
Ekonomi Berdimensi Politik
1.4 MANFAAT
Manfaat
yang dapat kita petik dari Makalah ini adalah kita dapat mengetahui tentang apa itu“Politik Privatisasi”yang ada di Indonesia sehingga
dengan adanya Politik Privatisasi, maka Masyarakat dapat lebih memahami hal-hal
yang perlu di perhatikan dalam Era Zaman Sekarang ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Privatisasi
Privatisasi secara mudahnya berasal dari kata ‘privat’ yang
merujuk kepada kuasa perorangan atau kuasa swasta. Ini adalah akar utama atau
inti dasar dari kapitalisme, yang menempatkan penguasaan ekonomi atau modal
(kapital) kepada penguasaan orang-seorang. Ideologi privatisasi dengan
sendirinya adalah paham yang memusatkan pada penguasaan perorangan, pemusatan
penguasaan modal pada orang-seorang.
Privatisasi merupakan kebijakan yang diambil pemerintah
untuk mendapatkan devisa bagi negara dengan menjual sebagian saham milik aset
milik negara ke pihak lain. Kebijakan Privatisasi sendiri diatur oleh
Undang-Undang No. 5 tahun 1999. Seperti fungsinya sebuah kebijakan privatisasi
merupakan kebijakan yang diambil dari usulan yang di bawah atau diberikan oleh
pemerintah sebagai upaya untuk menstabilkan kondisi keuangan dan untuk
meningkatkan devisa atau penerimaan negara, dan harus mendapat persetujuan dari
DPR RI terlebih dahulu baru kebijakan tersebut bisa diambil. Oleh karena itu
kebijakan privatisasi merupakan salah satu kebijakan ekonomi politik Indonesia
yang diharapkan dapat membawa manfaat yang besar bagi Indonesia.
Privatisasi atau swastanisasi secara umum berarti pengalihan
BUMN kepada perusahaan swasta. Akan tetapi kini arti privatisasi lebih luas
dari sekedar penjualan asset publik lewat lelang publik atau penjualan
langsung, yaitu termasuk juga berbagai cara lain, seperti pemberian sub-kontrak
dan konsesi dari jasa pemerintah; perjanjian lisensi; kontrak manajemen;
perjanjian penyewaan usaha, peralatan atau asset; penjanjian usaha patungan
(joint- venture); serta skema BOT (Build-Operate-Transfer).
Beberapa
karakteristik privatisasi secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut.
1)
Perubahan
peran pemerintah dari pemilik dan pelaksana, menjadi regulator danfasilitator
kebijakan serta penetapan sasaran nasional maupun sektoral.
2)
Para pengelola yang bertanggung jawab kepada pemilik
baru, diharapkan mampumencapai
sasaran perusahaan dalam kerangka regulasi perdagangan, persaingan,
keselamatankerja, dan peraturan lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.
Termasuk kewajiban pelayananmasyarakat.
3)
Pemilihan
metode dan waktu pelaksanaan kebijakan privatisasi mengacu kepada kondisi pasar
dan regulasi sektoral.
Terdapat
tiga metode privatisasi, yaitu:
(1) penjualan langsung
(2) pelelangan
(3) penawaran melalui tender.
Alternatif dalam menentukan struktur kepemilikan perusahaan
antara lain :
(1) penjualan langsung kepada
pembeli domestik;
(2) penjualan langsung kepada
pembeli asing;
(3) ekuitas diserahkan kepada pemegang
saham;dan
(4) ekuitas dipegang oleh
pemerintah.
2.2 Tujuan & Manfaat Politik
Privatisasi
Adapun tujuan pelaksanaan privatisasi sebagaimana tercantum
dalam Pasal 74 Undang-undang Nomor 19
Tahun 2003 Tentang BUMN adalah meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan
serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan sahamPersero.Penerbitan
peraturan perundangan tentang BUMN dimaksudkan untuk memperjelas landasan hukum
dan menjadi pedoman bagi berbagai pemangku kepentingan yang terkait serta
sekaligus merupakan upaya untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas BUMN.Privatisasi
bukan semata-mata kebijakan final, namun merupakan suatu metode regulasi
untuk mengatur aktivitas ekonomi sesuai mekanisme pasar.Kebijakan
privatisasi dianggap dapat membantu pemerintah dalam menopang penerimaan negara
dan menutupi defisit APBN sekaligus menjadikan BUMN lebih efisien
dan profitable dengan melibatkan pihak swasta didalam pengelolaannya
sehingga membuka pintu bagi persaingan yang sehat dalam perekonomian.
Salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui privatisasi
adalah memberikan kontribusi finansial kepada negara dan Badan Usaha,
mempercepat penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance, serta membuka
akses ke pasar internasional, dan alih teknologi serta transfer best practice
kepada Badan Usaha. Arah kebijakan privatisasi diklasifikasikan berdasarkan 3
(tiga) jenis struktur industri yaitu, untuk Badan Usaha yang industrinya
kompetitif dilakukan Initial Public Offering (IPO) atau strategic sales, untuk
Badan Usaha yang industrinya sudah sunset dilakukan divestasi, dan untuk Badan
Usaha yang usahanya bersifat natural resources base tetap dipertahankan sebagai
Badan Usaha.
Tujuan
privatisasi dari prespektif ekonomi menurut Ernst (1994) adalah sebagai
berikut:
ü Kebebasan ekonomi dan kepentingan
konsumen (economic freedom and consumer sovereignity); privatisasi yang
dilakukan pemerintah diharapkan dapat membuka kesempatan ekonomi yang lebih
baik kepada pihak swasta sehingga pihak swasta dapat memberikan pelayanan
publik yang terjangkau oleh pelanggan (Moore, 1986).
ü Meningkatkan efisiensi (improving
efficiency); perusahaan publik secara relatif menunjukkan kinerja yang lebih
burk jika dibandingkan dengan perusahaan swasta dalam posisi kompetisi serta penggunaan
modal dan tenag kerja yang kurang efisien dan kurang menguntungkan (Moore,
1986).
Manfaat
Privatisasi pada Skala Makroekonomi
ü Membantu pemerintah memperoleh dana
pembangunan.
ü Pengganti Kewajiban
Setoran Tambahan Modal Pemerintah.
ü Mendorong Pasar Modal Dalam Negeri.
Manfaat
Privatisasi pada Skala Mikro BUMN
ü Restrukturisasi Modal (Capital
Restructuring)
ü Keterbukaan dalam Pengelolaan
Perusahaan
ü Peningkatan Efisiensi dan
Produktivitas
ü Perubahan Budaya Perusahaan
Manfaat Privatisasi BUMN
ü BUMN akan menjadi lebih transparan,
sehingga dapat mengurangi praktek KKN.
ü Manajemen BUMN menjadi lebih
independen, termasuk bebas dari intervensi birokrasi.
ü BUMN akan memperoleh akses pemasaran
ke pasar global, selain pasar domestik.
ü BUMN akan memperoleh modal ekuitas
baru berupa fresh money sehingga pengembangan usaha menjadi lebih cepat.
ü BUMN akan memperoleh transfer of
technology, terutama teknologi proses produksi.
ü Terjadi transformasi corporate
culture dari budaya birokratis yang lamban, menjadi budaya korporasi yang
lincah.
ü Mengurangi defisit APBN, karena dana
yang masuk sebagian untuk menambah kas APBN.
ü BUMN akan mengalami peningkatan
kinerja operasional / keuangan, karena pengelolaan perusahaan lebih efisien.
2.3 Dampak Privatisasi BUMN
diIndonesia
Dampak kebijakan privatisasi BUMN jelas terlihat pada
perubahan kebijakan pemerintah dan kontrol regulasi. Dimana dapat
dikatakan sebagai sarana transisi menuju pasar
bebas, aktivitas ekonomi akan lebih terbuka menuju kekuatan pasar yang lebihkompetitif,
dengan adanya jaminan tidak ada hambatan dalam kompetisi, baik berupa
aturan,regulasi maupun subsidi. Kebijakan privatisasi dikaitkan dengan
kebijakan eksternal yang penting
seperti tarif, tingkat nilai tukar, dan regulasi bagi investor asing. Juga
menyangkut kebijakan domestik, antara lain keadaan pasar keuangan,
termasuk akses modal, penerapan pajak dan regulasi yang adil, dan
kepastian hukum serta arbitrase untuk mengantisipasikemungkinan munculnya kasus
perselisihan bisnis.
Dampak lain yang sering dirasakan dari kebijakan privatisasi
yaitu menyebarnya kepemilikan pemerintah kepada swasta, mengurangi sentralisasi
kepemilikan pada suatu kelompok atau konglomerat tertentu. Sebagai sarana
transisi menuju pasar bebas, aktivitasekonomi akan lebih terbuka menuju
kekuatan pasar yang lebih kompetitif, dengan jaminan tidak ada hambatan dalam
kompetisi, baik berupa aturan, regulasi maupun subsidi. Untuk itudiperlukan perombakan hambatan masuk pasar
dan adopsi sebuah kebijakan yang dapatmembantu perkembangan dan menarik
investasi swasta dengan memindahkan efek keruwetandari kepemilikan pemerintah.
Seharusnya program privatisasi
ditekankan pada manfaattransformasi suatu monopoli publik menjadi milik swasta.
Hal ini terbatas pada keuntunganekonomi
dan politik. Dengan pengalihan
kepemilikan, salah satu alternatif yaitu dengan pelepasan saham kepada
rakyat dan karyawan BUMN yang bersangkutan dapat ikut melakukan kontrol dan
lebih memotivasi kerja para karyawan karena merasa ikut memilki dan lebih
semangat untuk berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kinerja BUMN yang
sehat. Hal ini dapat berdampak pada peningkatan produktivitas karyawan yang
berujung pada kenaikan keuntungan.Privatisasi
BUMN di Indonesia mulai dicanangkan pemerintah sejak tahun 1980-an.
BUMN-BUMN yang telah diprivatisasi
seperti :
PT. Telkom (Persero) Tbk.,
PT. PerusahaanGas Negara (Persero)
Tbk.,
PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.,
PT. Bank BNI 46 (Persero)Tbk.,
PT. Indosat (Persero) Tbk.,
PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk.,
dan
PT. Semen Gresik (Persero)
Tbk.,
Ternyata mampu membrikan kontribusi yang signifikan terhadap
likuiditas dan pergerakan pasar modal.
Kondisi ini membuat semakin kuatnya dorongan untuk melakukan privatisasi
secara lebih luas kepada BUMN-BUMN lainnya. Namun demikian, diketahui pula bahwa terdapat beberapa BUMN yang tidak
menunjukkan perbaikan kinerja terutama 2-3tahun pertama setelah
diprivatisasi, misalkan pada PT. Indofarma (Persero) Tbk. dan PT.Kimia Farma
(Persero) Tbk. Dimana target privatisasi BUMN masih belum tercapai sepenuhnya. Selain itu, metode privatisasi
yang dilakukan pemerintah pun kebanyakan masih berbentuk penjualan saham
kepada pihak swasta.
Hal ini menyebabkan uang yang diperolehdari hasil penjualan saham-saham BUMN tersebut
masuk ke tangan pemerintah, bukannya masuk ke dalam BUMN untuk digunakan
sebagai tambahan pendanaan dalam rangka mengembangkan usahanya. Bagi pemerintah
hal ini berdampak cukup menguntungkan, karena pemerintah memperoleh pendapatan penjualan sahamnya, namun
sebenarnya bagi BUMN hal ini agak kurang
menguntungkan, karena dengan kepemilikan baru, tentunya mereka dituntut
untuk melakukan berbagai perubahan. Namun, perubahan tersebut kurang
diimbangi tambahan dana segar yang cukup,
sebagian besar hanya berasal dari
kegiatan-kegiatan operasionalnya terdahulu yang sebenarnya
didapatnya dengan kurang efisien. Dari segi politis, masih banyak pihak yang
kontra terhadap kebijakan privatisasi saham kepada pihak asing ini.
Pasalnya, kebijakan ini dinilai tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip nasionalisme. Privatisasi kepada pihak asing
dinilai akan menyebabkanterbangnya keuntungan BUMN kepada pihak asing, bukannya
kembali kepada rakyatIndonesia.
Faktor-faktor
yang melatar belakangi keberadaan BUMN, diantaranya adalah:
1.
Pelopor atau perintis karena swasta
tidak terrtarik untuk menggelutinya
2.
Pengelola bidang-bidang usaha yang
“strategis” dan pelaksanaan pelayanan publik
3.
Penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta
besar
4.
Sumber pendapatan negara
5. Hasil dan nasionalisasi
perusahaan-perusahaan Belanda
Tetapi adanya BUMN ternyata tidak terlalu menunjukkan dampak
yang nyata bagi kesejahteraan rakyat. Indonesia bahkan mengalami defisit
anggaran disebabkan kerugian yang melanda BUMN dan besarnya biaya pengelolaan
dan pengembangan BUMN. Untuk menutupi defisit anggaran itu, dilakukanlah
privatisasi.
Pada
umumnya, privatisasi dilakukan melalui beberapa pertimbangan, diantaranya
adalah:
1.
Mengurangi beban keuangan
pemerintah, sekaligus membantu sumber pendanaan pemerintah (divestasi)
2.
Meningkatkan efisiensi pengelolaan
perusahaan
3.
Meningkatkan profesionalitas
pengelolaan perusahaan
4.
Mengurangi campur tangan
birokrasi/pemerintah terhadap pengelolaan perusahaan
5.
Mendukung pengembangan pasar modal
dalam negeri
6.
Sebagai flag-carrier (pembawa
bendera) dalam mengarungi pasar global
Secara teori, privatisasi membantu terbentuknya pasar bebas,
mengembangnya kompetisi kapitalis, yang oleh para pendukungnya dianggap akan
memberikan harga yang lebih kompetitif kepada publik. Sebaliknya, para sosialis
menganggap privatisasi sebagai hal yang negatif, karena memberikan layanan
penting untuk publik kepada sektor privat akan menghilangkan kontrol publik dan
mengakibatkan kualitas layanan yang buruk, akibat penghematan-penghematan yang
dilakukan oleh perusahaan dalam mendapatkan keuntungan. Padahal tujuan utama
privatisasi adalam membuat usaha menjadi sehat, karyawannya lebih sejahtera dan
usahanya tidak menjadi beban negara.
Ada
beberapa manfaat Privatisasi perusahaan pelayanan publik seperti BUMN,
yaitu:
1. BUMN akan menjadi lebih transparan,
sehingga dapat mengurangi praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
2.
Manajemen BUMN menjadi lebih
independe, termasuk bebas dari intervensi birokrasi
3.
BUMN akan memperoleh akses pemasaran
ke pasar global, selain pasar domestik
4.
BUMN akan memperoleh modal ekuitas
baru berupa fresh money sehingga pengembangan usaha menjadi lebih cepat
5.
BUMN akan memperoleh transfer of
technology, terutama teknologi proses produksi
6.
Terjadi transformasi corporate
culture dari budaya birokratis yang lamban, menjadi budaya korporasi yang
lincah
7.
Mengurangi defisit APBN, karena dana
yang masuk sebagian untuk menambh kas APBN
8.
BUMN akan mengalami peningkatan
kinerja operasional/keuangan, karena pengelolaan perusahaan lebih efisien.
Privatisasi dilaksanakan dengan cara penjualan saham
berdasarkan ketentuan pasar modal, penjualan saham langsung kepada investor,
penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan.
Privatisasi dalam kenyataannya memang mengalihkan kepemilikan negara (yang
diwakili oleh pemerintah) kepada sektor swasta. Namun tida berarti negatif
karena berbagai negara telah melakukan privatisasi dan berhasil.
Privatisasi membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat
karena lebih efisien dalam pengelolaan dan mutunya lebih meningkat sehingga
mampu menembus pasar bebas yang menjadi penguasa ekonomi dunia. Dengan
untung yang didapatkan, digunakan untuk memperbaiki pelayanan sehingga
memuaskan pelanggan dan juga meningkatkan kesejahteraan karyawan melalui
keuntungan tersebut.
Dampak
dari Kebijakan privatisasi Telkom dan Indosat adalah :
Dampak Positif, Negara mendapat tambahan dana atau devisa
dari hasil penjualan saham kedua perusahaan tersebut, selain itu dengan
masuknya kedua anak perusahaan Temasek, maka akan ada perbaikan dan baik pada
manajemen maupun peningkatan teknologinya, yang tentunya akan berdampak
perbaikan mutu dan pelayanan, dan juga bahwa privatisasi dapat memberikan
manfaat bagi publik, termasuk untuk hak publik mendapatkan jasa telekomunikasi
dengan harga yang kompetitif dari Telkom dan Indosat yang sudah diprivatisasi.
Dampak negatifnya, adalah terjadinya ekses yang
mengindikasikan adanya monopoli pasar yang dilakukan oleh perusahaan induk dari
Singtel dan dan STT Singapore yaitu PT Temasek Singapura. Kondisi monopoli
pasar ini merupakan kondisi yang tidak diinginkan dalam suatu lingkungkungan
industri, yang mana akan merusak iklim bisnis diIndonesia. Walaupun tidak
menguasai seluruh saham kedua perusahaan tersebut, tetapi lebih dari sepertiga
sahamnya dikuasainya dan secara langsung Temasek mempunyai andil yang sangat
besar dalam mengintervensi kebijaksanaan, strategi dan keuntungan yang didapat
oleh kedua perusahaan telekomunikasi Indonesia tersebut. Selain itu pemerintah
akan mengalami kesulitan untuk mengintervensi dan mengatur
perusahaan-perusahaan ini secara langsung, karena selain berhadapan dengan
Temasek, tetapi juga akan perbahadapan dengan hukum Internasional.
2.4 Definisi dari Restrukturisasi & Privatisasi
BUMN
Pengertian
Restrukturisasi
BUMN adalah upaya peningkatan kesehatan BUMN / perusahaan dan pengembangan
kinerja usaha melalui sistem baku yang biasa berlaku dalam dunia korporasi.
Tujuan Restrukturisasi BUMN :
- Mengubah
kontrol pemerintah terhadap BUMN yang semula secara langsung (control by
process) menjadi kontrol berdasarkan hasil (control by result).
Pengontrolan atas BUMN tidak perlu lagi melalui berbagai formalitas
aturan, petunjuk, perijinan dan lain-lain, akan tetapi melalui penentuan
target-target kualitatif dan kuantitatif yang harus dicapai oleh manajemen
BUMN, seperti ROE (Return On Asset), ROI (Return On Investment) tertentu
dan lain-lain.
- Memberdayakan
manajemen BUMN (empowerment) melalui peningkatan profesionalisme pada
jajaran Direksi dan Dewan Komisaris
- Melakukan
reorganisasi untuk menata kembali kedudukan dan fungsi BUMN dalam rangka
menghadapi era globalisasi (AFTA, NAFTA, WTO) melalui proses penyehatan ,
konsolidasi, penggabungan (merger), pemisahan, likuidasi dan pembentukan
holding company secara selektif.
- Mengkaji
berbagai aspek yang terkait dengan kinerja BUMN, antara lain penerapan
sistem manajemen korporasi yang seragam (tetap memperhatikan ciri-ciri
spesifik masing-masing BUMN), pengkajian ulang atas sistem penggajian
(remunerasi), penghargaan dan sanksi (reward & punishment).
Pengertian Privatisasi Pada hakekatnya adalah melepas
kontrol monopolistik Pemerintah atas BUMN. Akibat kontrol monopolistik
Pemerintah atas BUMN menimbulkan distorsi antara lain, pola pengelolaan BUMN
menjadi sama seperti birokrasi Pemerintah, terdapat conflict of interest antara
fungsi Pemerintah sebagai regulator dan penyelenggara bisnis serta BUMN menjadi
lahan subur tumbuhnya berbagai praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan
cenderung tidak transparan.
KONTROVERSI
RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI BUMN
Pihak yang setuju dengan
privatisasi BUMN berargumentasi bahwa privatisasi perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja
BUMN serta menutup devisit APBN. Dengan adanya privatisasi diharapkan BUMN akan
mampu beroperasi secara lebih profesional lagi. Logikanya, dengan privatisasi
di atas 50%, maka kendali dan pelaksanaan kebijakan BUMN akan bergeser dari
pemerintah ke investor baru. Sebagai pemegang saham terbesar, investor baru
tentu akan berupaya untuk bekerja secara efisien, sehingga mampu menciptakan
laba yang optimal, mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak, serta mampu
memberikan kontribusi yang lebih baik kepada pemerintah melalui pembayaran
pajak dan pembagian dividen.
Pihak yang tidak setuju dengan
privatisasi berargumentasi bahwa
apabila privatisasi tidak dilaksanakan, maka kepemilikan BUMN tetap di tangan
pemerintah. Dengan demikian segala keuntungan maupun kerugian sepenuhnya ditanggung
oleh pemerintah. Mereka berargumentasi bahwa devisit anggaran harus ditutup
dengan sumber lain, bukan dari hasil penjualan BUMN. Mereka memprediksi bahwa
defisit APBN juga akan terjadi pada tahun-tahun mendatang. Apabila BUMN dijual
setiap tahun untuk menutup defisit APBN, suatu ketika BUMN akan habis terjual
dan defisit APBN pada tahun-tahun mendatang tetap akan terjadi.
Kontroversi privatisasi BUMN juga timbul dari pengertian
privatisasi dalam Pasal 1 (12) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN
yang menyebutkan :“Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian
maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan
nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta
memperluas pemilikan saham oleh masyarakat”.
Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa privatisasi yaitu
pernjualan saham sebagian dan seluruhnya, kata seluruhnya inilah yang
mengandung kontroversi bagi masayarakat karena apabila dijual saham seuruhnya
kepemilkan pemerintah terhadap BUMN tersebut sudah hilang beralih menjadi milik
swasta dan beralih, namanya bukan BUMN lagi tetapi perusahaan swasta sehingga
ditakutkan pelayan publik ke masyarakat akan ditinggalkan apabila dikelola oleh
pihak swasta dan apabila diprivatisasi hendaknya hanya sebagaian maksimal 49%
dan pemerintah harus tetap sebagai pemegang saham mayoritas agar aset BUMN
tidak hilang dan beralih ke swasta dan BUMN sebagai pelayan publik tetap
diperankan oleh pemerintah
Sementara itu, pemerintah sendiri terdesak untuk melakukan
privatisasi guna menutup defisit anggaran. Defisit anggaran selain ditutup
melalui utang luar negeri juga ditutup melalui hasil privatisasi dan setoran
BPPN. Dengan demikian, seolah-olah privatisasi hanya memenuhi tujuan jangka
pendek (menutup defisit anggaran) dan bukan untuk maksimalisasi nilai dalam
jangka panjang. Jika pemerintah sudah mengambil langkah kebijakan melakukan
privatisasi, secara teknis keterlibatan negara di bidang industri strategis
juga sudah tidak ada lagi dan pemerintah hanya mengawasi melalui aturan main
serta etika usaha yang dibuat. Secara kongkret pemerintah harus memisahkan
fungsi-fungsi lembaga negara dan fungsi bidang usaha yang kadang-kadang memang
masih tumpang tindih dan selanjutnya pengelolaannya diserahkan kepada swasta.
Fakta memang menunjukkan bahwa pengelolaan yang dilakukan
oleh swasta hasilnya secara umum lebih efisien. Berdasarkan pengalaman negara
lain menunjukkan bahwa negara lebih baik tidak langsung menjalankan operasi
suatu industri, tetapi cukup sebagai regulator yang menciptakan iklim usaha
yang kondusif dan menikmati hasil melalui penerimaan pajak.
Oleh karena itu, privatisasi dinilai berhasil jika dapat
melakukan efisiensi, terjadi penurunan harga atau perbaikan pelayanan. Selain
itu, privatisasi memang bukan hanya menyangkut masalah ekonomi semata,
melainkan juga menyangkut masalah transformasi sosial. Di dalamnya menyangkut
landasan konstitusional privatisasi, sejauh mana privatisasi bisa diterima oleh
masyarakat, karyawan dan elite politik (parlemen) sehingga tidak menimbulkan
gejolak.
TIGA
LANGKAH MENDESAK UNTUK DILAKUKAN PEMERINTAH DALAM MASALAH RESTRUKTURISASI DAN
PRIVATISASI BUMN
- Mengubah
orientasi pelaksanaan program privatisasi dari berjangka pendek menjadi
berjangka panjang. Artinya, pelaksanan program privatisasi tidak hanya
ditujukan untuk memancing masuknya investor asing dan tercapainya target
penerimaan anggaran negara, tetapi langsung diarahkan untuk membangun
landasan yang kuat bagi perkembangan perekonomian nasional
- Segera
menerbitkan UU Privatisasi yang dapat menjamin berlangsungnya proses
privatisasi secara demokratis dan transparan. Dalam UU Privatisasi ini
hendaknya tidak hanya diatur mengenai proses privatisasi BUMN, tetapi
harus mencakup pula proses privatisasi BUMD dan harta publik lainnya.
Semua itu tidak hanya diperlukan untuk melindungi kepentingan publik, tapi
juga untuk memperjelas peranan negara dalam pengelolaan perekonomian
nasional.
- Segera
membubarkan kantor menteri Negara BUMN dan mengubahnya menjadi sebuah
badan otonom dengan nama Badan Penyehatan dan Privatisasi BUMN (BPP-BUMN).
Badan yang memiliki kedudukan sederajat dengan Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) ini, tidak hanya bertugas untuk menjual BUMN, tetapi
terutama didorong untuk mengutamakan peningkatan kinerja BUMN agar
benar-benar bermanfaat bagi masa depan perekonomian Indonesia.
2.5 Kondisi
Ideal Untuk Melakukan Pr ivatisasi
di Indonesia
Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 ayat
(1), maka sistem ekonomi yang
dianut Indonesia adalah sistem ekonomi yang berdasar atas asas
kekeluargaan. Konsep system ekonomi yang
demikian di Indonesia disebut sebagai
konsep Demokrasi Ekonomi. Dalamkonsep demokrasi ekonomi, sistem ekonomi
tidak diatur oleh negara melalui perencanaan sentral (sosialisme), akan tetapi
dilaksanakan oleh, dari, dan untuk rakyat. Demokrasiekonomi mengutamakan
terwujudnya kemakmuran masyarakat (bersama)
bukan kemakmuranindividu-individu. Demokrasi ekonomi mengartikan masyarakat
harus ikut dalam seluruh proses
produksi dan turut menikmati hasil-hasil produksi yang dijalankan di Indonesia.Mengacu
pada Pasal 33 UUD 1945, tersirat bahwa poin utama dari perekonomian Indonesia
adalah kesejahteraan rakyat. Di sinilah peran demokrasi ekonomi, yaitu sebagai pemandu
pengelolaan BUMN agar dapat memaksimalkan kesejahteraan rakyat.
BUMN harus dapat beroperasi dengan efektif dan efisien,
sehingga dapat menyediakan produk-produk vitalyang berkualitas dengan harga
yang terjangkau bagi rakyat. Selain itu, BUMN juga harus berupaya
memperbaiki profitabilitasnya, sehingga dapat diandalkan sebagai
sumber pendanaan utama bagi pemerintah, terutama untuk mendanai
defisit anggarannya. Hal iniakan sangat berpengaruh pada kesejahteraan rakyat,
karena BUMN tidak lain adalah pengelola sumber daya yang vital bagi hajat
hidup rakyat banyak, sehingga tentu akan sangat merugikan rakyat jika BUMN
jatuh bangkrut atau pailit.
Praktik privatisasi BUMN yang belakangan marak dilakukan
oleh pemerintahIndonesia dianggap sebagai
jalan keluar yang paling baik untuk melaksanakan amanat demokrasi ekonomi untuk menyehatkan BUMN-BUMN
di Indonesia dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan
rakyat. Pada beberapa BUMN, ada yang diprivatisasi
oleh pihak asing, bahkan dalam jumlah kepemilikan saham yang cukupsignfikan.
Privatisasi BUMN kepada pihak asing ini dinilai “menggadaikan´ nasionalisme
Indonesia”.
Selain itu, BUMN tidak lain adalah pihak yang diberikan
wewenang khusus untuk mengelola sumber daya vital yang memegang hajat
hidup orang banyak. Menurut Pasal 33UUD
1945, sumber daya yang seperti demikian itu harus dikelola oleh negara. Dilihat
dari sudut pandang Pasal 33 UUD 1945, tampak bahwa sebenarnya privatisasi BUMN kepada
pihak asing agak kontradiktif dengan jiwa pasal ini. Pihak asing
yang bersangkutan jelas bertindak atas nama swasta yang tentu saja
bertindak dengan didorongoleh maksud dan
motif hanya untuk mencari keuntungan yang maksimal.
Jika demikian yangterjadi, BUMN yang diprivatisasi
kepada pihak asing hanya akan menjadi keuntungan bagi pihak asing,
sehingga dapat dikatakan manfaatnya akan berpindah kepada pihak asing, bukannya ke rakyat Indonesia.Diantara
sekian banyak alternatif metode privatisasi, yang paling sering digunakanantara
lain adalah penawaran saham BUMN kepada umum ( public offering of shares)
yaitu privatisasi dengan melakukan penjualan saham kepada pihak swasta
melalui pasar modal, penjualan saham BUMN kepada pihak swasta tertentu
( private sale of share) yaitu penjualansaham BUMN kepada satu atau
sekelompok investor swasta, dan melalui pembelian BUMNoleh manajemen atau
karyawan (management/employee buy out )
yaitu penjualan saham BUMN kepada pihak karyawan atau manajemen BUMN.
Pilihan model privatisasi mana yang
sesuai dengan iklim perekonomian,
politik dan sosial
budaya Indonesia haruslah mempertimbangkan faktor-faktor seperti:
1. Ukuran nilai privatisasi ;
2. Kondisi kesehatan keuangan tiga
tahun terakhir ;
3. Waktu yang tersedia bagi BUMN untuk
melakukan privatisasi ;
4. Kondisi pasar ;
5. Status perusahaan, apakah telah go public atau belum ; dan
6. Rencana jangka panjang masing-masing
BUMN.
Diantara tiga metode privatisasi
BUMN yang sering digunakan seperti yang telah dikemukakan di atas, yang
dianggap relatif sesuai dengan kondisi BUMN dewasa ini adalah penawaran
saham BUMN kepada umum dan pembelian BUMN oleh manajemen ataukaryawan.
Pasalnya, dengan metode penjualan saham BUMN kepada pihak swasta tertentu berarti
akan ada pemusatan kepemilikan pada satu atau sekelompok pihak swasta saja. Hal
ini kurang sesuai dengan jiwa demokrasi
ekonomi yang menghendaki pemerataankesejahteraaan. Selain itu, pemusatan
kepemilikan pada satu atau sekelompok pihak atasBUMN akan sangat berbahaya jika
pihak yang bersangkutan mengeksploitisir BUMN untuk kepentingan keuntungan
semata.Dengan penawaran saham BUMN kepada umum, maka kepemilikan BUMN
akan jatuh ke tangan rakyat.
Hal ini sesuai dengan jiwa demokrasi
ekonomi. Karena dengandemikian, maka akan dapat dicapai pemerataan
kesejahteraan kepada rakyat Indonesiamelalui pemerataan saham pada publik.
Sedangkan dengan pembelian BUMN oleh manajemen atau karyawan, pemerataan pun
dapat dicapai. Akan tetapi, pemerataankepemilikan hanya akan terjadi pada
karyawan dan manajemen BUMN. Namun cara inimasih
dianggap lebih baik daripada kepemilikan BUMN jatuh ke tangan pihak asing. Selama
ini, praktik privatisasi yang dilakukan di Indonesia masih dianggap kurang
optimal. Idealnya, sebelum diprivatisasi, BUMN yang kurang sehat sebaiknya
direstrukturisasi terlebih dahulu, sehinga pasca privatisasi nanti, kinerja
BUMN yang bersangkutan dapat mengalami peningkatan.Landasan hukum
privatisasi juga hrus kuat, sehingga saat sebuah BUMN diprivatisasi,tidak ada
lagi kontroversi yang sifatnya merugikan. Sedangkan dari segi politis, harus
adakesepahaman antara segenap rakyat, pemerintah dan para pengambil kebijakan
publik, sehingga semuanya sepakat bahwa privatisasi akan membawa dampak positif
bagikesejahteraan rakyat, sehingga kebijakan privatisasi pun didukung oleh
semua pihak.Pelaksanaan privatisasi yang belum optimal ini harus segera
ditindak lanjuti. Karenasebenarnya, kebijakan ini sangat terkait dengan
kebijakan publik pemerintah yang notabene akan menentukan nasib rakyat
Indonesia. Padahal, jika program ini dilaksanakan dengan baik, maka akan mampu
membawa dampak positif bagi semua pihak. Bagi BUMN itu sendiri, akantercapai efisiensi dan perbaikan kinerja
manejemen.
Bagi pemerintah, privatisasi BUMN
yangoptimal akan sangat membantu dalam
mendanai defisit anggaran negara, sehingga pemerintahdapat meminimalkan
pinjaman luar negeri. Akhirnya bagi rakyat Indonesia,
keberhasilan privatisasi BUMN akan memperbaiki dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat karena BUMNsebagai
pengelola bidang-bidang usaha vital dapat lebih memanfaatkan sumber daya vitaltersebut
untuk sebaik-baik kemakmuran rakyat seperti yang tercantum dalam Pasal 33 UUD1945.
2.6
Kondisi Ideal untuk Privatisasi BUMN di Indonesia
Kondisi BUMN yang menghadapi masalah keterbatasan dana
internal menjadi sangat bergantung
kepada dana luar negeri. Sementara itu, untuk memperoleh dana luar negeri,BUMN
harus menempuh prosedur rumit dan biaya yang tinggi. Akibatnya investasi saranadan
prasarana produksi barang dan jasa menjadi sangat terbatas, sehingga
produktivitas, pendapatan, dan kualitas produk yang dihasilkan BUMN
tersebut menjadi rendah.Hal ini menyebabkan BUMN tidak mampu memenuhi kebutuhan
konsumen atau bersaing di pasar. Arus
kas (cash flow) yang dimiliki dan laba yang dihasilkan pun sangat kecil,
bahkan terkadang negatif. Di lain pihak, keterbatasan investasi untuk
mengganti peralatan yang aus dan tidak produktif mengakibatkan beban
hutang dan biaya modal semakintinggi. Kondisi ini diperburuk dengan inefisiensi
pengoperasian perangkat usaha yang telah berusia tua tersebut.
Berbagai permasalahan yang dihadapi BUMN menjadi makin berat
dengan adanya berbagai permasalahan eksternal seperti:
Kesemuanya itu
menjadikan permasalahanBUMN ibarat lingkaran
yang tidak berujung pangkal (vicious-funding cycle). Sesungguhnya pemerintah Indonesia sejak awal orde
baru telah menerapkan prinsip- prinsip pengelolaan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang terdiri dari dekonsentrasi,debirokrasi, dan
desentralisasi. Prinsip-prinsip pengelolaan BUMN tersebut diatur
melaluiUndang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
PenggantiUndang-Undang Nomor 1 Tahun 1969
tentang Bentuk Badan Usaha Negara menjadi Undang-undang.Pasca Reformasi,
pengelolaan BUMN diatur dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 mengenai:
1.
Penataan
BUMN secara efisien, transparan dan profesional;
2.
P enyehatan BUMN yang berkaitan dengan kepentingan
umum; dan
3.
Mendorong BUMNyang tidak berkaitan dengan kepentingan
umum untuk melakukan privatisasi di pasar modal.
Untuk melaksanakan TAP MPR tersebut,
diterbitkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, yang peraturan
pelaksanaannya diatur melalui PeraturanPemerintah, Keputusan Presiden, dan
Keputusan Menteri. Meskipun peraturan
perundangan yang diterbitkan oleh pemerintah bertujuan untuk menciptakan
iklim usaha yang sehat, baik bagi badan usaha milik pemerintah maupunswasta, namun dalam prakteknya, BUMN banyak
mendapatkan peluang untuk monopoli.Monopoli yang diberikan kepada BUMN,
menjadikan BUMN yang bersangkutan tidak memiliki daya saing global.
Padahal, globalisasi dan pasar bebas menantang manajemenBUMN untuk melakukan
beberapa kebijakan stratejik dalam rangka menciptakan efisiensioperasi perusahaan.
Upaya-upaya yang dilakukan diantaranya meliputi restrukturisasi
usaha, pengurangan jumlah karyawan, sistem pengendalian manajemen, dan
beberapa kebijakanstratejik lainnya. Salah satu alternatif untuk menciptakan
efisiensi dan menumbuhkan dayasaing perusahaan adalah dengan melakukan
penjualan sebagian kepemilikan atau pengalihankendali perusahaan kepada pihak
swasta melalui privatisasi.Salah satu manfaat nyata yang bisa dihasilkan dari
privatisasi adalah terlaksananya prinsip-prinsip
tata kelola usaha yang baik (good corporate governance), yang meliputi transparansi,
kemandirian, dan akuntabilitas.
Prinsip-prinsip tersebut merupakan pra kondisiuntuk
meningkatkan kinerja badan usaha dan merupakan kunci keberhasilan menciptakanlingkungan
bisnis yang sehat. Melalui penerapan prinsip-prinsip good corporate governance dalam pengelolaan badan usaha,
diharapkan semua pihak akan memiliki acuan yangsamadalam pengelolaan usaha.
Memasuki era globalisasi, beberapa BUMN yang telah melakukan
perbaikanmanajemen, khususnya efisiensi operasi, mampu menghadapi persaingan
pasar. Langkah perbaikan yang dilakukan meliputirestrukturisasi usaha,
pengurangan jumlah karyawan, penerapan sistem pengendalian manajemen, dan
kebijakan strategis lainnya.
Adapun BUMNyang tidak melakukan perbaikan manajemen,
menghadapi berbagai kesulitan, terutamafinansial. Sebagian BUMN mengalami
kekurangan likuiditas bahkan untuk menjalankankegiatan rutin merekapun
menghadapi permasalahan ini.Guna mengatasi permasalahan yang dihadapi,
sekaligus memperluas skala usaha agar mencapai skala ekonomis, maka
langkah yang ditempuh sebagian besar BUMN yang berkinerja buruk adalah
meningkatkan hutang perusahaan. Dapat diduga bahwa dengan tetapmenjalani
operasi dengan biaya tinggi, dan dalam beberapa kasus diperburuk
denganintervensi pemerintah yang berlebihan, maka kinerja BUMN tidak mengalami
perbaikan.
Oleh karena itu diperlukan berbagai langkah alternatif untuk
mempercepat proses penyehatan BUMN terutama melalui penciptaan nilai (value creation) perusahaan.
Hal tersebut dapat dilakukan
melalui:
1.
Restrukturisasi
usaha, keuangan, manajemen, danorganisasi;
2.
Merger
dan akuisisi;
3.
Kerjasama
antar badan usaha;
4.
Likuidasi,
divestasi,dan privatisasi; serta
5.
Spin-off
atau pemisahan kegiatan perusahaan yang bersifatnon-corecompetence dan
non-performance businesses.
Apabila kondisi politik dan pasar
memungkinkan, maka program privatisasi merupakan alternatif yang mempunyai dampak positif terhadap
perwujudan good corporate governance
dan perbaikan kinerja BUMN. Karena pada umumnya BUMN yang telahdiprivatisasi
mampu menghasilkan laba yang lebih besar.
2.7
Efisiensi Privatisasi BUMN Dalam
Lingkup Ekonomi Berdimensi Politik
Jarang disadari
betapa peran pemerintah dalam perekonomian tidaklah semata-mata berlangsung
melalui APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), APBD (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah), serta peraturan dan perizinan. Tetapi
juga mengenai kepengurusan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang dikenal
masyarakat luas.
Perusahaan-perusaahan atau badan-badan yang dikuasai negara,
misalnya oleh Robinson (1985) dibuat kategorisasi sebagai berikut:
Secara jenis kegiatan, dapat dibuat dua kategori BUMN.
Pertama yang bergerak dalam kegiatan jasa-jasa dan pelayanan publik, dan jenis
yang tak berbeda dengan swasta, yakni mencari keuntungan. Dalam kategori
pertama termasuk PLN (Perusahaan Listrik Negara) yang termasuk kategori Perum
dan PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) yang digolongkan dalam Perum. Juga
masih termasuk kategori pelayanan jasa publik adalah Perusahaan air Minum pada
tingkat provinsi yang termasuk dalam kategori BUMD (Badan Usaha Milik Daerah).
BUMD sama pula dengan BUMN yakni bergerak dalam kegiatan mencari untung.
Contohnya di Ibu Kota ada pabrik es yang dimiliki Pemda DKI.
Adalah benar bila BUMN merugi terus-menerus dan BUMN yang
bersangkutan bukan termasuk dalam jenis kegiatan pelayanan dan jasa-jasa
publik, maka sulit mencari alasan mempertahankan BUMN tersebut. Pada saat yang
sama, perlu pula dianalisis BUMN yang memperoleh keuntungan dan yang dianalisis
di sini adalah efisiensi yang diukur dari struktur biaya yang hemat dan
produksi yang optimal.
Tetapi itu saja tidak cukup, karena perlu dikaji pula pasar
yang menampung BUMN sehingga membuahkan keuntungan. Pasar dalam ilmu ekonomi
diartikan sebagai tempat berkompetisi, dan harga ditetapkan pada titik
keseimbangan permintaan dan penawaran. Ada istilah pasar yang dikenal dengan captive
market. Dimana dalam pasar tersebut tidak ada kompetisi. Proses privatisasi
dan efisiensi BUMN seyogyanya dilihat dari upaya mengurangi karakteristik yang
bersifat captive market dan menginjeksi unsur kompetisi dalam pasar.
Dengan sistem perdagangan yang lebih terbuka, dan peniadaan hambatan produksi
dari segi peraturan dan perizinan, maka proses privatisasi yang dibuat akan
mampu mengalokasikan sumber-sumber daya dan dana secaa efisien.
Bila BUMN adalah milik pemerintah, maka per definisi masalah
BUMN apalagi penjualan BUMN mengandung dosis politik yang tinggi. Tidak sedikit
dari para pengamat, dan sebagian pejabat yang sulit “menelan” ide privatisasi
BUMN. Padahal pemerintah sendiri masih harus memikirkan devisit anggaran
sebagai akibat dari meruginya BUMN di Indonesia.
BUMN yang tetap dikelola oleh pemerintah, sejauh ini belum
menunjukkan hasil yang gemilang, bahkan dalam pengelolaannya terkesan tidak transparan.
Ketidaktransparanan itu menjadikan BUMN sebagai ladang praktik KKN bagi oknum
disetiap levelnya dan telah mengakar dengan kuat. Fakta membuktikan bahwa
praktik KKN tidak ada (jarang ditemukan) pada BUMN yang telah menjadi
perusahaan terbuka (go publik)
Privatisasi dalam kenyataanya memang mengalihkan kepemilikan
negara (diwakili oleh pemerintah) kepada sektor swasta, karena pemerintah telah
menyadari bahwa beban dan lingkup tugas pemerintah menjadi lebih besar sehingga
akan lebih efektif dan efisien apabila tugas-tugas yang selama ini menjadi
tanggung jawab pemerintah (melalui BUMN) dialihkan kepada pihak swasta. Jadi
sebenarnya tidak ada yang menakutkan ataupun membahayakan, terlebih fakta
membuktikan berbagai negara di dunia telah melakukan privatisasi dan semuanya
berakhir dengan baik.
Fakta menunjukkan bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh
swasta hasilnya secara umum lebih efisien. Hanya saja privatisasi jangan
diberlakukan bagi seluruh BUMN karena negara juga membutuhkan aset sebagai
pembanding dan juga sebagai media daya saing dalam peningkatan kuantitas dan
kualitas.
Oleh karena itu, privatisasi dinilai berhasil jika dapat
melakukan efisiensi, dimana terjadi penurunan harga atau perbaikan pelayanan.
Selain itu, privatisasi memang bukan hanya menyangkut masalah ekonomi,
melainkan juga menyangkut masalah transformasi sosial. Di dalamnya menyangkut
landasan konstitusional privatisai, sejauh mana privatisasi itu bisa diterima
semua pihak sehingga tidak menimbulkan gejolak.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut,
privatisasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap PT. Indosat Tbk. dilakukan
melalui metode strategic sales telah menyediakan dana segar sebesar USD
608.4 juta, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan program privatisasi melalui
divestasi indosat telah mencapai target yang ditentukan. Terlepas dari polemik
yang menyelimutinya privatisasi Indosat telah berjalan, dan kepada pemerintah
khususnya serta seluruh pihak yang peduli kepada kemajuan negara ini,
diharapkan dapat mengambil pelajaran dari kejadian ini, sehingga tidak terulang
peristwa-peristiwa seperti itu lagi dikemudian hari.
Fakta memang menunjukkan bahwa pengelolaan yang dilakukan
oleh swasta hasilnya secara umum lebih efisien. Berdasarkan pengalaman negara
lain menunjukkan bahwa Negara lebih baik tidak langsung menjalankan operasi
suatu industri, tetapi cukup sebagai regulator yang menciptakan iklim usaha
yang kondusif dan menikmati hasil melalui penerimaan pajak. Oleh karena itu,
privatisasi dinilai berhasil jika dapat melakukan efisiensi,
terjadi penurunan harga atau perbaikan pelayanan. Selain itu, privatisasi
memang bukan hanya menyangkut masalah ekonomi semata, melainkan juga menyangkut
masalah transformasisosial. Di dalamnya menyangkut landasan konstitusional privatisasi, sejauh
mana privatisasi bisa diterima oleh masyarakat, karyawan dan elite politik
(parlemen) sehingga tidak menimbulkan gejolak.
3.2 SARAN
Saran yang dapat kami berikan ialah Pemerintah dalam hal ini
Menteri Negara BUMN, semestinya mempersiapkan diri dalam rangka pergeseran
peran dari penentukan kebijakan dan pelaksana kegiatan di BUMN menjadi
fasilitator dan regulator di kegiatan BUMN.Serta
ditingkatkan kembali Mutu dalam Penyelenggaraan Politik Privatisasi.
DAFTAR PUSTAKA
·
Kwik
Kian Gie, Gonjang-ganjing Ekonomi Indonesia, Jakarta :Gramedia Pustaka Utama,1998 Puspopranoto, Sawaldjo. Manajemen Bisnis. Penerbit PPm :
Jakarta,2006
·
Ikhsan, M, Makhdum Priyatno :
Privatisasi Perusahaan Publik, STIA LAN Press, 2001, Jakarta.
·
Siagian Sondang P. Prof. DR. Filsafat
Administrasi, Jakarta, CV Haji Masagung 1989.
·
Rochim,
Abdul, Manajemen BUMN-BUMD, STIA LAN Press, 2002, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar